Header Ads

Header ADS

BREAKING NEWS :
Loading...

Merawat Asa Di Kala Pandemi




Merawat Asa Di Kala Pandemi

Oleh Dra. Sri Endang Susetiawati, M.Pd.



Mulailah berhenti untuk mengeluh. Bukan saja karena hal itu tidak ada guna. Tidak mengubah apapun. Terlebih lagi, karena mengeluh akan lebih banyak membuang kesempatan untuk keluar dari masalah.


Pandemi Covid 19 yang bermula di Cina pada awal Desember 2019 lalu, kemudian ditemukan kasusnya di Indonesia pada awal Maret 2020, memang telah memberi pukulan cukup telak terhadap hampir semua sendi kehidupan umat manusia.





Ekonomi drop menjadi sesuatu yang tak terhindarkan. Sudah 11 bulan kita mengalami pandemi ini, di mana kini angka kasus penularan Covid 19 masih menunjukkan angka yang cukup tinggi, sudah melampaui angka 1 juta, atau tepatnya 1.111.671 kasus pada Rabu siang (3/2/2020), pukul 12.00 WIB kemarin. Angka ini berkisar 1,08 % dari total 104 juta kasus di dunia.  


Belum ada tanda-tanda pergerakan penurunan grafik secara signifikan di Indonesia. Meski begitu, berdasarkan sumber data covid19.go.id, angka kesembuhan sebanyak 906 ribu tercatat cukup tinggi atau 81,6%, dengan angka kematian 30.770 atau 2,77% dibanding total angka kasus positif.


Dampaknya sudah jelas, sangat dirasakan secara langsung oleh masyarakat. Baik mereka yang terkena imbas secara langsung, dengan hilangnya mata pencaharian atau pekerjaan, maupun mereka yang tidak secara langsung terkena dampaknya akibat melesunya perekonomian negara.


Indonesia mencatat  pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) minus pada dua kali kuartal berturut-turut. Yaitu, minus 5,32% pada kuartal II/2020 dan minus 3,49% pada kuartal III/2020. Ini artinya, Indonesia sedang berada pada kondisi resesi ekonomi.  





Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, hahwa hingga Agustus 2020 saja terdapat 29,12 juta orang terdampak pandemi Covid 19 atau 14,28% dari total penduduk usia kerja sebanyak 203,97 orang. Rinciannya, 24,03 juta orang terkena pengurangan jam kerja, 1,77 juta orang sementara tidak bekerja, 0,76 juta orang bukan angkatan kerja dan 2,56 juta orang pengangguran karena Covid 19. 




Angka ini sangat bersesuaian di lapangan, seperti diungkap oleh Wakil Ketua Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Emil Arifin saat jumpa pers di Jakarta. Di Jakarta saja, ada 300 ribuan tenaga kerja di bidang restoran saat sebelum pandemi. 


“Tenaga kerja yang hampir hilang Karena pandemi, hampir 200 ribu orang. Hanya 120 ribu pekerja saja yang masih bekeja,” katanya sebagaimana dikutip cnbcindonesia.com pada 18/1/2021. 


Hal senada disampaikan oleh pengurus Komunitas Warung Tegal Nusantara (Kowantara), Mukroni yang mengatakan bahwa sekitar 20.000 warung Tegal di Jabodetabek telah tutup sementara, karyawannya pulang kampung ke Tegal dan Brebes, Jawa Tengah. Menurutnya, hal ini terjadi karena penurunan omset sekitar 70% yang mnyulitkan pemilik Warteg sulit memperpanjang sewa tempat (suaranews.com 26/1/2021).


Faktanya, kondisi tersebut telah dirasakan hampir seluruh kalangan masyarakat. Tidak saja bagi mereka yang berpenghasilan harian, tetapi juga bagi mereka yang bergaji bulanan, atau bahkan para pengusaha yang kelas menengah atas pun terkena dampaknya.


Lantas, apa yang perlu kita lakukan? Sekali lagi, jelas mengeluh bukanlah sebuah solusi. Fokuskan energi dan pikiran untuk mencari solusi. Akan selalu ada jalan bagi mereka yang terus berusaha keras tanpa mengenal bosan atau lelah. Rawatlah terus asa, harapan untuk tetap bisa bertahan. 


Tetaplah berpikir positif bahwa selalu ada hikmah di balik musibah, seperti pandemi Covid 19 ini. Gunakan akal, maksimalkan untuk berpikir kreatif agar bisa keluar dari kebuntuan akibat lesunya ekonomi secara nasional ini. 





Mengutip dari sumber Decode EFC Analysis, seorang dokter asal Malang, Jawa Timur, Gamal Albinsaid menyebutkan bahwa di saat pandemi, ada sejumlah sektor ekonomi yang akan terpuruk, juga ada beberapa sektor ekonomi yang bisa bertahan, bahkan terus berkembang.


Menurut dokter yang pernah memperoleh penghargaan dari Pangeran Charles (Inggris) ini, contoh sektor-sektor yang terkena dampak negatif antara lain sektor pariwisata, penerbangan, otomatif, konstruksi, hingga manufaktur. Sementara itu, sektor yang justru tetap berkembang adalah sektor pertanian, e-commerce, IT, perawatan kesehatan, makanan olahan, hingga perlengkapan dan layanan medis.


Tentu tidak mudah, saat kita mencoba beralih fokus pada sektor baru yang dianggap masih memiliki prospek cerah. Meski begitu, tidak ada salahnya untuk kita coba agar asa itu tetap terawat di kala pandemi masih terus terjadi.


Selamat mencoba dan berusaha. Tetap semangat dan berdoa. Jangan lupa, tetap 3M: Menggunakan masker, Mencuci tangan dan Menjaga Jarak. ***

1 komentar:

  1. "Mulailah berhenti untuk mengeluh. Bukan saja karena hal itu tidak ada guna. Tidak mengubah apapun. Terlebih lagi, karena mengeluh akan lebih banyak membuang kesempatan untuk keluar dari masalah."
    —Dra. Sri Endang Susetiawati, M.Pd. (2021)—

    Terima kasih banyak, Bu, atas pengingatnya.
    (Catherine Maylina, 6, X MIPA 4)

    BalasHapus

Kami menghargai komentar yang relevan dengan konten tulisan, menggunakan bahasa yang baik dan sopan, dan tidak mengandung unsur kebencian berdasarkan SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan).

Diberdayakan oleh Blogger.