Header Ads

Header ADS

BREAKING NEWS :
Loading...

09. Otak Lebih Canggih




Oleh Sri Endang Susetiawati
Masih saja ada sebagian pelajar yang menganggap diri sendiri sebagai anak yang kurang pintar atau bodoh, bila dibandingkan dengan temannya yang lain. Ia merasa rendah diri, dan menganggap  kekurangan tersebut sebagai sesuatu yang sulit untuk diubah. Alasannya,  karena dianggap sebagai warisan dari orang tuanya, bahkan konon sejak ia lahir.
Lalu, alasan itu ia jadikan sebagai dalih untuk bermalas-malasan atau tidak bersemangat belajar. Benarkah, demikian ? Jawabnya adalah sama sekali salah ! Tidak ada sedikitpun dasar yang kuat, yang dapat membenarkan anggapan dan penilaian yang semacam tersebut. Jelas, hal itu semua merupakan sebuah anggapan yang sangat keliru !
“Tidak ada seorang anak pun yang bersekolah itu bodoh, kecuali ia hanya seorang pemalas dalam belajar” tegas sang guru menjawab pertanyaan salah seorang siswa di ruang kelas.
 Otak, Lebih Canggih
Penting untuk diingat, bahwa sebenarnya setiap orang memiliki sistem otak yang sangat canggih. Keberadaan otak itu dimiliki oleh seseorang secara gratis. “Setiap anak yang normal” kata sang guru lagi, “telah dikarunia kelengkapan otak dengan jumlah milyaran sel otak yang berasal dari Tuhan”.
Potensi dari jumlah sel otak tersebut, kapasitas dan kemampuannya jauh melampaui ribuan unit komputer yang tercanggih sekalipun, bahkan bila sejumlah komputer itu digabung menjadi satu. Kerja otak manusia yang normal tetap saja jauh lebih canggih dan hebat, yang akan mampu mengalahkan kerja otak komputer, yang sebenarnya bagian dari sistem kerja digital, dan merupakan hasil dari kerja otak manusia juga.
Kecanggihan otak itu sudah ada pada tiap diri seseorang. Suatu hal yang dibutuhkan adalah mengaktifkan atau membangkitkan potensinya, kemudian dilatih bekerja secara optimal melalui proses belajar. Kesan kurang pintar atau bodoh, amat mungkin dikarenakan oleh kurangnya proses belajar yang menimbulkan manfaat langsung atau tidak langsung atas terjadinya latihan bagi sistem kerja otak. Akibatnya, sistem kerja otak menjadi beku, dan sebagian terbesar dari sel-sel otaknya dibiarkan menganggur, atau tidak termanfaatkan sama sekali, hingga dalam waktu yang lama akan menjadi rusak.
“Masihkah kamu menilai otak sendiri kurang pintar atau bodoh ?” tanya guru lagi, yang kini ditanggapi oleh pelajar dengan geleng-geleng kepala.
“Tidak, bu” jawab mereka serempak.   
Alasan Lain Lagi
Anggapan diri sendiri sebagai kurang pintar atau bodoh, bukanlah satu-satunya alasan yang biasa dijadikan sebagai pembenar bagi para pelajar untuk malas belajar. “Mata pelajarannya kurang menarik, bu” kata salah seorang di antara mereka. “Gurunya kurang menarik dalam mengajarkan pelajaran, bu” ucap pelajar yang lainnya.
Alasan keduanya itu, seolah diamini oleh banyak pelajar lainnya. “Benar, bu !” kata mereka. Bahkan, ada di antara mereka yang secara jelas menyampaikan sikapnya, “Maaf, bu,... saya tidak suka dengan pelajaran itu, juga saya tidak suka dengan gurunya !”. *** By Srie

(Bersambung.......)


3 komentar:

  1. Terima kasih, Bu. Artikel ini mengurangi rasa tidak percaya saya pada kemampuan diri dan memotivasi saya untuk lebih giat belajar.

    Catherine Maylina (6)
    X MIPA 4

    BalasHapus
  2. "karena dianggap sebagai warisan dari orang tuanya,kebodohan&kepintaran"

    Kalimat diatas saya kutip di karenakan tanggapan tersebut salah.Apakah kepintaran&kebodohan di tentukan dan diwariskan turun temurun karena petuanya?Segala bentuk usaha&kerja keras dalam mengenal berbagai ilmu dan mempelajarinya itulah yang akan menentukan seseorang berilmu atau pun tidak.

    Terima kasih atas Artikel yang sangat cocok dan bermanfaat bagi orang lain khususnya diri saya sendiri sebagai seorang pelajar yang sering menyia nyiakan ilmu untuk dipelajari.

    Muhammad Khoidir Padlan Ismaya (20)
    X MIPA 4

    BalasHapus
  3. Dari artikel ini saya termotivasi untuk lebih rajin dalam belajar dan memahami kemampuan diri sendiri

    Nama:Muhammad Azharul Firdaus
    Kelas:X IPS 1

    BalasHapus

Kami menghargai komentar yang relevan dengan konten tulisan, menggunakan bahasa yang baik dan sopan, dan tidak mengandung unsur kebencian berdasarkan SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan).

Diberdayakan oleh Blogger.